Senin, 31 Desember 2012

pendidiikan dan agama


Ø  Latar belakang
Pendidikan memeliki peran penting dalam kehidupan. Pendidikan adalaha usaha memepengaruhi perkembangan fisik, jiwa, ataupun moralnya. Sehingga dengan pendidikan manusia bisa menjadi makhluk yang lebih mulia.
Mengingat betapa pentingnya pendidikan dalam kehidupan, selayaknya pendidik memiliki jiwa-jiwa yang ikhlas dan penuh tanggungjawab dalm memnjalankan kewajibannya sebai seorang pendidik. Menciptakan insan yang berintelektual tetapi dengan pribadi yang baik. Betapa sangat tidak mudah mengemban tugas sebagai seorang pendidik. Saat ini banyak dijumpai seorang guru yang tidak sepenuh jiwanya mencurahkan ilmu yang mereka miliki untuk anak didiknya.
Menjadi seorang pendidik adalah bagaimana ia bisa berinteraksi dengan peserta didik. Ilmu yang ia berikan dapat diserap dengan baik dan terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari. Tentu saja pendidik harus dpat menjadi tuladan yang dapat ditiru anak didiknya. Oleh karenanya menjadi pendidik haruslah mampu menjaga wibawanya. Setidaknya haruslah memeliki beberapa sila pancasila dalam jiwanya. Pancasial dengan lima sila didalamnya. Guru dengan jiwa pancasila akan menjadi pendidik yang baik dalam setiap pengajaran yang ia lakukan. Pendidk atau guru tersebut akan menjadi insan yang berbudi pekerti luhur, agamis, dan dinamis mengikuti perkembangan zaman.
Ø  Rumusan masalah
1.      Bagaimana menjadi pendidik yang agamis sesuai dengan pancasial sila pertama?
2.      Bagaimana menjadi pendidik yang adil bagi peserta didik sesuai dengan pancasila sila ke dua?

Ø  Pembahasan
A.    Pendidikan yang agamis sesuai dengan pancasial sila pertama.
Pendidikan dimanapun dan kapanpun masih dipercaya orang sebagai media ampuh untuk membentuk kepribadian anak ke arah kedewasaan. Pendidikan agama adalah unsur terpenting dalam pendidikan moral dan pembinaan mental. Pendidikan moral yang paling baik sebenarnya terdapat dalam agama karena nilai-nilai moral yang dapat dipatuhi dengan kesadaran sendiri dan penghayatan tinggi tanpa ada unsur paksaan dari luar, datangnya dari keyakinan beragama. Karenanya keyakinan itu harus dipupuk dan ditanamkan sedari sejak kecil sehingga menjadi bagian tidak terpisahkan dari kepribadian anak sampai ia dewasa. (sumber: izaskia.wordpress.com/.../peranan-pendidikan-agama-di-sekolah-dala...)
Nilai-nilai religius memanglah sangat penting diselipkan dalam setiap mata pelajaran. Kareana siwa yang beranjak dewasa membutuhkan suatu system nilai sebagai tuntutan umum untuk mengarahkan aktifitasnya dalam masyarakat. Meskipuan siswa sekolah masih dianggap anan-anak yang perlu di didik, Tetapi selepas dari linkungan sekolah mereka adalah anggota masyarakat dan nilai-nilai religiuslah yang menjadi tujuan akhir agar membentuk moral yang baik. (sumber: elearningpendidikan.com/strategi-pembelajaran,berkharakter-disekolah)
Anselm von Feurbach, seorang ahli hukum terkenal pernah mengatakan: “Agama dalam bentuk apapun dia muncul tetap merupakan kebutuhan ideal umat manusia.” Masa remaja adalah usia transisi dari masa kanak-kanak menuju masa kematangan dewasa. Kematangan dewasa secara psikologis adalah keberhasilan seseorang dalam mencapai a sense of responsibility serta dalam memiliki filsafat hidup yang mantap. Salah satu materi yang pokok sebagai pengisi filsafat hidup adalah agama. Agama bagi remaja memiliki fungsi yang sangat penting yaitu untuk penenang jiwa. Pada masa adolesen (antara 13-21 tahun) seorang individu sedang mengalami masa kegoncangan jiwa. Dalam periode ini mereka digelisahkan oleh perasaan-perasaan yang ingin melawan dan menentang orang tua, Kadang-kadang merasa mulai muncul dorongan seks yang sebelumnya belum pernah mereka rasakan. Disamping itu mereka sering gelisah karena takut gagal, Merasa kurang serasi dalam pertumbuhan dan sebagainya. Segala macam gelombang itu akan menyebabkan mereka menderita dan kebingungan. Dalam keadaan seperti itu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan merupakan penolong yang sangat ampuh untuk mengembalikan ketenangan dan keseimbangan jiwanya.                          (izaskia.wordpress.com/.../peranan-pendidikan-agama-di-sekolah-dala...)
Setiap mata pelajaran apapun tidak pula harus diisi dengan ceramah keagamaan yang terkadang terasa membosankan tetapi bagaimana pembimbing itu bisa menyelipkan nilai-nilai religus dalam menyampaikan mata pelajarannya. Misalkan guru dapat memberikan contoh “kalau bertemu pengemis dijalan, sekirany bisa memberikan uang sedikit untuk membentu jika ada ; meberi makan anak yatim dll”. Didalam contoh tersebut terdapat nilai religius, bagaimana seorang umat beragama harus memiliki rasa simpati terhadap orang yang kurang mampu. Sebagai makhluk Tuhan harus saling membantu. Hal seperti inilah yang harus ditanamkan dalam setia jiwa peserta didik.
Pemberian nilai –nilai religius juga dapat diberikan pada saat ada mata pelajaran agama. Ini lebih efektif mengingat bagiamana berbuat abaik dan bersikap baik sesuai dengan apa yang diajarkan agama masing-masing. Satu hal penting lainnya yang tidak boleh diabaikan oleh para guru Agama di sekolah ialah materi pelajaran agama yang disampaikan di sekolah hendaknya selalu diorientasikan pada kepentingan remaja, seorang guru Agama harus bisa menanamkan keyakinan bahwa apa-apa yang ia sampaikan bukan demi kepentingan sekolah (kurikulum) atau kepentingan guru Agama melainkan demi kepentingan remaja itu sendiri. Karenanya pemahaman akan kondisi objektif kejiwaan remaja mutlak diperlukan oleh para guru Agama di sekolah. Seorang guru Agama harus senantiasa dekat dan akrab dengan permasalahan remaja yang menjadi peserta didiknya agar mampu menyelami sisi kejiwaan mereka. Dan materi pelajaran agamapun harus terkesan akrab dan kemunikatif, sehingga otomatis sistem pengajaran yang cenderung monolog (satu arah), indoktriner, terkesan sangar (karena hanya membicarakan hal-hal yang dilarang) harus dihindari, untuk kemudian diganti dengan sistem pengajaran yang lebih menitik beratkan pada penghayatan dan kesadaran dari dalam diri. Hal ini mungkin saja dilakukan baik dengan mengajak peserta didik bersama-sama mengadakan ritual peribadatan (dalam rangka penghayatan makna ibadah) atau mengajak peserta didik terjun langsung ke dalam kehidupan masyarakat kecil sehingga mereka bisa mengamati langsung dan turut merasakan penderitaan yang dialami masyarakat marginal tersebut (sebagai upaya menanamkan rasa solidaritas sosial). Jadi intinya mereka tidak hanya mendengar atau mengetahui saja melainkan turut dilibatkan dalam permasalahan yang terdapat dalam materi pengajaran agama di sekolah. (sumber:izaskia.wordpress.com/.../peranan-pendidikan-agama-di-sekolah-dala...)
Namun diatas semua itu yang paling penting adalah keterpaduan unsur keluarga, lingkungan masyarakat, kebijakan pemerintah disamping sekolah dalam rangka turut menanamkan jiwa riligius peerta didik. Karena tanpa kerjasama terkait antar usur-unsur tersebut mustahil akan tercipta generasi muda  yang berkualitas.
B.     pendidikan yang adil bagi peserta didik sesuai dengan pancasila sila ke dua
Bangsa Indonesia kini sungguh sangat miris. Banyak tonggak penerus bangsa yang tidak bisa bersekolah karena pendidikan yang luar biasa mahal, sehingga banyak rakyat kecil tidak mampu untuk meneruskan pendidikannya. Ada juga anak-anak bangsa yang berkebutuhan khusus tidak bersekolah karena kurang perhatian dari pemerintah. Di Indonesia masih sedikit sekali sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Jika pun ada sekolah ini letaknya jauh, biasanya didaerah yang ramai.
Pendidikan haruslah tetap menjadi prioritas pertama dalam memajukan bangsa Indonesia dan pemerintah tetap harus ikut bertanggung jawab atas keberhasilan tersebut. Seperti ynag tercantum dalam UUD 1945 BAB XIII pasal 31 ayat 1sampai 3 yang berbunyi sebagai berikut:
1.      Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
2.      Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
3.      Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan seta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.
(sumber: UUD 45 yang sudah diamandemen halaman 25)
Suatu tugas pokok guru adalah menjadikan peserta didik mengetahui atau melakukan hal-hal dalam suatu cara yang formal. Ini berarti bahwa seorang guru menstrukturisasi pengetahuan atau keterampilan alam suatu cara yang sedemikian rupa sehingga menyebabkan peserta didik tidak hanya mempelajariny tetapi juga mengingatnya dan melakukan sesuatu dengannya.
(sumber: ilmu pendidikan,Dwi Siswoyo, Dkk. halaman 133)
Tantangan yang  akan dihadapi para peserta didik tidaklah mudah, seperti yang dijelaskan dalam buku ilmu pendididkan yang diterbitkan oleh UNY Press, ada tiga batas pendidikan yang harus seorang guru perhatikan yakni
1.      Tantangan batas-batas pendidikan pada peserta didik,. Peserta didik sebagai manusia dapat memilii perbedaan dalam kemampuan, bakat, minat, motivasi, watak, ketahanan, semangat,dan sebagainya. Keadaan tersebut dapat membatasi kelangsungan dan hasil pendidikan. Namun  pengetahuan pendidik tentang karakteristik peserta didik trsebut hendakanya menjadi pendorong untuk mencari metode pendidikan yang lebih cocok dalam pembelajaranpeserta didik, sehingga dapat berkembang seoptimal mungkin.
2.      Tantangan batas-batas pendidikan pada pendidik. Batas disini diartaikan apakah batas tersebut dapat ditolelir atau tidak. Misalakan pendidik yang sangat ditakuti oleh peserta didiknya, pendidik yang tidak tahu apa yang akan menjadi isi interaksi, serta pendidik yang tidak bermoral, keterbatasan ini tadak dapat ditolelir, karena pada dasarnya pendidikan adalah usaha yang dilandasi moral. Ada juga batasan yang sifatnya relative atau masih dapat ditolelir. Miaslnya kurangnya pengetahuan pendidik, maupun keterbatasan pendidik dalam penggunaan alat-alat pendidikan. Dan keterbatasan yang terakhir adalah interaksi pendidik yang tidak berkualitas karena bahasa yang dugunkan sulit dipahami oleh peserta didik, batas yang lain seperti ada rasa saling bermusuhan antar peserta didik . Hal ini dapat ditanggulangi dengan pendidik harus terus belajar baik itu pengalaman ataupun alat yang digunakan dalan pendidikan, untuk mampu mentranformasikan ilmu yang ia miliki. Memperkecil jarak psikologis antar pendidik dan peserta didik dengan cara memberikan kasih saying pada peserta didik dengan tekad membantu peserta didik dalam mengembangakan dirinya seoptimal mungkin.
3.      Tantangan batas-batas pendidikan dalam linkungan dan sarana pendidikan. Disini dapat dilihat lingkungan yang bersifat fisik, sosialdan budanya yang semua itu mempengaruhuproses pendidikan. Misalakn  tempat untuk  proses pendidikan (gedung sekolah dan perlengkapannya), alat pendidika, materi pendidikan, kurang terbukanya anggita masyarakat, kurangnya kerja sama antar lembaga dalam masyarakat dan penghasilan penduduk yang rendah. Keterbatasan tersebut dapat mempengaruhi interaksi antar peserta didik dan pendidik, yaiutu kekurangan gairah dalam proses pendidikan yanga pada gilirannya akan berpengaruh terhadap kualitas pendidikan.
(sumber: ilmu pendidikan,Dwi Siswoyo, Dkk. halaman 133)
Tantangan apapun itu sudah kewjiban pendidik untuk terus beruasaha mengembangakan bakat para pserta didiknya. Selanjutnya sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang diserahi tugas untuk mendidik, tidak kecil peranannya dalam rangka mengembangkan hubungan
sosial peserta didik. Jika dalam hal ini guru tetap berpegang sebagai tokoh
intelektual dan tokoh otoritas yang memegang kekuasaan penuh maka diharapakam semua pesrta didik mampu untuk menjadi insan yang berbudi dan berpendidikan untuk mampu memejukan bangsa Indonesia ini. (sumber: blog.um.ac.id/.../implikasi-karakteristik-peserta-didik-terhadap-)
Ø  Kesimpulan
Pendidikan yang agamis sanga penting dalam mencetak  jiwa-jiwa penerus bangsa yang berintelektual tetapi tetap dengan akhlak yang mulia. Diharapkan bila dengan bekal agama dalam  pendidikan mampu untuk memberi pondasi yang kuat agar penerus bangsa ini tidak serusak saat ini. Namun dari semua itu yang paling penting adalah keterpaduan unsur keluarga, lingkungan masyarakat, kebijakan pemerintah disamping sekolah dalam rangka turut menanamkan jiwa yang agamis pada  peserta didik. Karena tanpa kerjasama terkait antar usur-unsur tersebut mustahil akan tercipta generasi muda  yang berkualitas. Berikutnya dalah mendidika ini haruslah merata di seluruh pelosok Indonesia. Agar semua lapisan masyarakat mampu untuk mengenyam pendidikan yang layak. Bagaimana usaha pemerintah haruslah dipertanggungjawakan demi kelangsunagan Indonesia.
Keteladanan dan berjiwa besar merupakan perilaku seorang guru. Dalam pengertian, guru selalu berdiri tegak dan tetap tegar di tengah hiruk-pikuk kehidupan bermasyarakat. Tugas memberi inspirasi, pencerahan untuk mendidik dan memotivasi masyarakat tak henti-henti dilakukan. Terkadang keadaan bagaikan duri menusuk kelapisan kulit. Terasa sakit, tetapi selalu ada cara/jalan keluar untuk mengobatinya. Disini pentingnya membangun kesabaran dan keikhlasan. Bekerja dengan iman, bukan bekerja dengan hawa nafsu. Seperti inilah guru yang berpancasila bekerja dengan sepenuh jiwanya            demi    memajukan      anak     bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar