Senin, 31 Desember 2012

masyarakat samin


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial hidup dalam lingkungan masyarakat yang terdiri dari berbagai macam ras, suku, agama, dan budaya. Ras merupakan pembedaan manusia secara fisik. Suku merupakan masyarakat yang mempunyai persamaan pada identitas, seperti bahasa, budaya, kebiasaan, ciri fisik yang sama, dan gaya hidup yang sama. Kebudayaan merupakan suatu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan dalam pikiran manusia yang ditujukan untuk membantu manusia dalam kehidupan bermasyarakat dan diwujudkan dalam pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, dan seni.
Adanya diferensiasi ini menyebabkan Indonesia menjadi negara yang plural. Perbedaan-perbedaan yang ada seharusnya tidak membuat  suatu konflik. Akan tetapi, justru menimbulkan dan menambah adanya integrasi sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Selain diferensiasi juga terdapat stratifikasi sosial. Stratifikasi membedakan sesuatu secara bertingkat atau vertikal. Stratifikasi terjadi karena ada sesuatu hal yang dihargai di dalam masyarakat tersebut. Beberapa hal yang dapat dijadikan tolok ukur stratifikasi adalah pendidikan, kekayaan, kekuasaan dan kehormatan.
Kuliah Kerja Lapangan Pertama telah dilakukan di Blora dan Rembang. Di Blora yang diamati adalah masyarakat Samin atau Sedulur Singkep. Sedangkan di Rembang, yang menjadi fokus utama adalah kehidupan nelayan di desa Tasik Agung. Pada kesempatan ini yang menjadi pokok yang diamati adalah penduduk suku samin atau yang lebih suka disebut sebagai sedulur singkep. Masyarakat diwilyahah kabipaten Blora ini sangat unik. Mereka memiliki ciri khas yang sangat berbeda dengan kemajuan industri yang melanda Indonesia kini, di mana masyarakatnya masih sangat menjunjung nilai-nilai warisan nenek moyang sampai saat ini.


B.     Identifikasi Masalah
Pada latar belakang yang sudah diurai diatas dapat dijabarkan identifikasi masalah sebagi berikut :
1)      Suatu masyarakat yang saling berinteraksi pasti memiliki stratifikasi sosial.
2)      Stratifikasi sosial ada untuk dapat membedakan mana-mana masyarakat yang memiliki kedudukan dan kekuasaan dan mana mayarakat yang tidak memiliki kekuasaan dan kedudukan.
3)      Suku Samin atau sedulur singkep sangat unik, dengan semboyang narima ing pandum, mereka menikmati kedudukan yang mereka miliki dalam suku mereka.

C.    Pembatasan Masalah
Berdasarkan uirain identifikasi masalah tersebut maka aspek yang akan diamati haruslah dibatsai. Semua pembatsan ini berguna untuk memfokuskan aspek yang akan diamati. Sehingga pada akhirnya akan diperoleh hasil yang labih maksimal dan sesuai apa yang terdapat dalam wilayah yang sedang diobserfasi. Cakupan masalah yang diamati dalam observasi saat ini adalah bagaimana konsep stratifikasi sosial dalam mayarakat dan pada masyarakat Samin atau sedulur singkep sendiri saat ini.

D.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uaraian latar belakang, identifikasi masalh dan pembatasan masalah, dap diperoleh rumusan masalah sebagi berikut:
a.       Bagaimana deskripsi singkat daerah suku Samin?
b.      Bagaimana konsep stratifikasi sosial dalam mayarakat Samin?
c.       Bagaimana masyarakat Samin berperan atas kedudukan mereka masing-masing?

E.     Tujuan Penelitian
·         Untuk mengetahui deskripsi singkat daerah suku Samin
·         Untuk memahami konsep stratifikasi sosial dalam masyarakat dan pada masyarakat Samin
·         Untuk mengetahui peranan masyarakat Samin atas kedudukan mereka masing-masing


F.     Manfaat Observasi
Observasi ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu sebagai berikut:
1.      Manfaat secara Teoritis
KKL I di Blora, Jawa Tengah pada masyarakat suku Samin diharapkan dapat memberikan manfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan mengenai stratifikasi social masyarakat suku Samin serta dapat bermanfaat bagi observasi-observasi selanjutnya yang relevan.
2.      Manfaat secara Praktis
a.    Bagi Peneliti
Melalui Kuliah Kerja Lapangan ini, kami dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan khususnya mata  kuliah Struktur dan Proses Sosial secara nyata. Selain itu, kami juga dapat mengetahui bagaimana stratifikasi sosial pada masyarakat suku Samin.
b.   Bagi Mahasiswa
Hasil KKL ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi mengenai stratifikasi sosial pada masyarakat Suku Samin, dan bagaimana fenomena sosiologis yang muncul terkait dengan stratifikasi sosial, serta dapat bermanfaat sebagai referensi kajian untuk observasi lainnya.
c.    Bagi Masyarakat
Laporan observasi KKL ini dapat memberikan sumbangan pemikiran  kepada masyarakat mengenai stratifikasi sosial yang terjadi pada masyarakat Samin sehingga masyarakat mampu mengetahui status dan peran serta lapisan yang terdapat pada masyarakat tersebut.
d.   Bagi Universitas dan Lembaga Pendidikan
Hasil laporan observasi KKL ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi para akademisi tentang stratifikasi sosial dan dampak sosiologis yang ditimbulkan.



BAB II
METODOLOGI PENELITIAN

A.    Lokasi Penelitian
Penelitian Kuliah Kerja Lapangan I dipusatkan di Suku Samin, desa Sumber, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
B.     Tema Penelitian
Penelitian KKL I difokuskan pada tema Stratifikasi Sosial yang terdapat di Suku Samin, Desa Sumber, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah. 
C.    Bentuk dan Strategi Penelitian
Berdasarkan sifat dan spesifikasi yang diangkat dalam penelitian ini, maka bentuk penelitian yang relevan digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan Kualitatif.
Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang meggunakan wawancara sebagai sumber datanya, dan mencari informasi yang selengkap-lengkapnya dari suatu hal.
D.    Sumber Data
·      Data Primer
Data primer di sini maksudnya adalah pengambilan data dengan wawancara. Wawancara telah dilakukan dengan narasumber yaitu Bapak Sunardji Efendi, Bapak Wo selaku pamong desa, dan juga dengan beberapa warga masyarakat Samin yaitu Bapak Padi dan Bapak Kasbi.
·         Data Sekunder
Data sekunder berupa sumber tertulis yaitu sumber di luar wawancara yang dikategorikan sebagai sumber data kedua. Sumber data tertulis dalam penelitian yang ini adalah buku-buku dan sumber internet yang berkenaan dengan observasi ini.
E.     Teknik Pengumpulan Data
·         Wawancara
Wawancara merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh informasi atau data dengan cara bertanya langsung kepada responden atau narasumber. Wawancara ini dilakukan dengan cara komunikasi tatap muka, namun berbeda dengan kegiatan percakapan yang kita lakukan sehari-hari. Dalam kegiatan ini, wawancara dan narasumber belum saling mengenal sebelumnya. Pewawancara selalu menjadi pihak yang bertanya, dan narasumber selalu menjadi pihak yang menjawab pertanyaan. Dalam pelaksanaannya, pewawancara membawa pedoman yang merupakan garis besar mengenai hal-hal yang akan di tanyakan.
·         Observasi
Observasi merupakan suatu aktivitas penelitian dalam rangka pengumpulan data sesuai dengan masalah penelitian, melalui proses pengamatan di lapangan. Dalam pelaksanaan observasi, peneliti memiliki pedoman observasi yang berisi daftar mengenai sesuatu yang ingin di observasi. Jenis-jenis observasi ini ada dua, yaitu observasi partisitifatif, dan observasi non partisipatif. Dalam observasi partisipatif dibagi menjadi dua yaitu partisipatif penuh dan sebagian.
·         Studi Pustaka
Studi kepustakaan merupakan suatu kegiatan penelusuran dan penelaah literature. Kegiatan ini dilakukan untuk mencari sumber data sekunder yang mendukung penelitian dengan menggunakan bahan-bahan dokumentasi, baik berupa buku, majalah maupun arsi-arsip lainnya yang mendukung observasi.
F.     Teknik Analisis Data
Data yang didapat berasal dari observasi langsung (partisipasi penuh) ke lokasi penelitian tepatnya di Suku Samin, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah. Kemudian kami melakukan wawancara ke narasumber yang lebih mengerti keadaan di Suku Samin, serta pengamatan langsung di suku tersebut. Selanjutnya, dilakukan pengumpulan data yang diperoleh dan kemudian diolah berdasarkan studi pustaka yang relevan, sehingga tersusun dalam bentuk laporan KKL I.
1.      Reduksi Data
Proses reduksi data ini dimaksudkan untuk lebih mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, membuang bagian data yang tidak diperlukan serta mengorganisasikan data sehingga mudah untuk dilakukan penarikan kesimpulan yang kemudian dilanjutkan dengan proses verifikasi. Dalam observasi ini, reduksi data dilakukan dengan cara pemilihan dan pengelompokkan daftar pertanyaan untuk memudahkan pengolahan ke dalam analisis deskriptif.

2.      Penyajian Data
Penyajian data adalah sejumlah informasi yang tersusun dan memberikan kemungkinan-kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan lebih lanjut. Dengan melihat penyajian data, kita akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Agar sajian data berupa naratif sebagai wadah panduan informasi tentang apa yang terjadi, maka data disajikan sesuai dengan apa yang diteliti. Penyajian data dalam laporan observasi kami menggunakan analisis secara naratif dan deskriptif, sehingga pembaca mampu memahami isi dan hasil dari observasi yang telah kami lakukan.
3.      Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan merupakan langkah akhir dalam pembuatan suatu laporan. Penarikan kesimpulan adalah usaha untuk mencari atau memahami makna, keteraturan pola-pola penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi. Kesimpulan yang ditarik segera diverifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali sambil melihat catatan lapangan agar memperoleh pemahaman yang lebih tepat. Selain itu juga dapat dilakukan dengan mendiskusikannya. Hal tersebut dilakukan agar data yang diperoleh dan penafsiran terhadap data tersebut memiliki validitas sehingga kesimpulan yang ditarik menjadi kokoh.











BAB III
KAJIAN TEORI, DESKRIPSI DATA, DAN PEMBAHASAN

A.     Kajian Teori
Struktur sosial adalah jalinan antara unsur-unsur sosial pokok yaitu kaidah-kaidah atau norma-norma sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok sosial serta lapisan sosial.
Raymon Firth, menyatakan bahwa struktur sosial suatu pergaulan hidup manusia meliputi berbagai tipe kelompok yang terjadi dari banyak orang dan meliputi pula lembaga-lembaga dimana orang banyak tersebut ambil bagian. Berikut merupakan unsur-unsur pokok dari struktur sosial :
1.      Norma Sosial
Menurut Emile Durkheim, norma-norma sosial adalah sesuatu yang berada di luar individu. Membatasi mereka dan mengendalikan tingkah laku mereka.[1] Secara sosiologis, norma-norma sosial tumbuh dari proses kemasyarakatan hasil dari kehidupan bermasyarakat. Individu dilahirkan dalam suatu masyarakat dan disosialisasikan untuk menerima aturan-aturan dalam masyarakat yang sudah ada sebelumnya. Norma-norma sosial setelah mengalami suatu proses, pada akhirnya akan menjadi bagian tertentu dari lembaga kemasyarakatan . proses tersebut dinamakan proses pelembagaan (institutionalization), yaitu suatu dikenal, diakui, dihargai, kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari. proses yang dilewatkan oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan. Maksudnya ialah sampai norma itu oleh masyarakat Mengingat adanya proses termaksud di atas, dibedakan lembaga kemasyarakatan sebagai peraturan dan yang sungguh-sungguh berlaku.
Norma-norma yang ada dalam masyarakat, mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda–beda. Ada norma yang lemah, sedang , yang terkuat daya ikatnya. Dan umumnya masyarakat tidak berani melanggarnya. Untuk dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut, secara sosiologis dikenal adanya empat macam pengertian[2] :
                          i.      Cara (Usage)
Dalam tingkatan norma ini, lebih menonjol di dalam hubungan antar individu dalam masyarakat. Pelanggaran terhadap norma ini hanya terbatas pada sekedar celaan dari individu yang dihubunginya.
                        ii.      Kebiasaan (Folkways)
Norma dalam tingkatan ini mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar daripada tingkatan cara. Kebiasaan yang diartikan sebagai perbuatan yang diulang-diulang dalam bentuk yang sama merupakan bukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan tersebut. Apabila perbuatan ini tidak dilakukan, maka akan dianggap sebagai suatu penyimpangan terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat. Menurut MacIver dan Page, kebiasaan merupakan perilaku yang diakui dan diterima oleh masyarakat. Selanjutnya, dikatakan bahwa apabila kebiasaan tersebut tidak semata-mata dianggap sebagai sebagai cara perilaku saja.
                      iii.      Tata Kelakuan (Mores)
Tata kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia yang dilaksanakan sebagai alat pengawas, secara sadar maupun tidak sadar, oleh masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Tata kelakuan di satu pihak memaksakan suatu perbuatan dan di lain pihak melarangnya sehingga secara tidak langsung merupakan alat agar anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengna tata kelakuan tersebut.
                      iv.      Adat Istiadat (Custom)
Adat istiadat merupakan tingkat norma yang tertinggi daripada yang lain. Tingkat hukumannya pun dapat dipastikan lebih berat daripada yang lain.[3]

2.      Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial merupakan pengelompokan orang kedalam tingkatan atau strata dalam hierarki secara vertikal. Membicarakan stratifikasi sosial berarti mengkaji posisi atau kedudukan antar orang atau sekelompok orang dalam keadaan yang tidak sederajat.
Menurut Pitirim A. Sorokin mengemukakan bahwa stratifikasi sosial dalam masyarakat itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup dengan teratur. Mereka yang memiliki barang atau sesuatu yang berharga dalam jumlah banyak, akan menduduki lapisan atas. Sebaliknya, mereka yang memiliki barang dalam jumlah yang relatif sedikit, atau bahkan tidak memiliki sama sekali akan dipandang mempunyai kedudukan yang rendah. Selanjutya, Sorokin mengemukakan stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis).

v  Unsur-unsur stratifikasi sosial meliputi:
a.       Status (Kedudukan)
Status adalah sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan orang lain dalam kelompok tersebut. Menurut Pitirim A. Sorokin untuk mengukur status seseorang secara rinci dapat diklihat dari jabatan atau pekerjaan, pendidikan dan lusnya pengetahuan, kekayaan, politis, keturunan, agama. Status dibedakan menjadi tiga:
1)      Ascribed status, yaitu status yang diperoleh sejak lahir.  Kebanyakan tipe status ini dijumpai dalam masyarakat dengan system pelapisan sosial tertutup. Misalnya, seorang anak yang lahir dalam kasta Brahmana juga akan memperoleh status demikian.
2)      Achieved status, yaitu kedudukan yang diperoleh seseorang dengan usaha-usaha yang sengaja dilakukan. Kedudukan ini bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung pada kemampuan masing-masing. Misalnya saja setiap orang bisa menjadi hakim, arsitek, pengacara, dan lain-lain.
3)      Assigned status, yaitu kedudukan yang diperoleh karena  jasa atau suatu tindakan yang telah dilakukan kepada orang lain yang berakibt besar. Assigned status dapat dikatakan pula sebuah hadiah atau penghargaan yang diberikan kepada orang lain. Contoh gelar Doktor Honoris Causa dan gelar pahlawan revolusi yang diberikan kepada 6 jendral korban PKI yang tewas di Lubang Buaya, Jakarta.



b.      Peran
Peran merupakan hak dan kewajiban yang ada pada seseorang sesuai dengan kedudukannya. Suatu peran paling sedikit mencakup tiga hal, yaitu: [4]
1)      Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyrakat,
2)      Peran adalah suatu konsep ihwal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat,
3)      Peran dapat dikatan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
v  Sifat-sifat stratifikasi sosial [5]
a.    Stratifikasi Tertutup
Sistem lapisan yang bersifat tertutup membatasi kemungkinan pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan yang lain, baik yang merupakan gerak ke atas atau ke bawah. Contoh: kasta-kasta di India. Sistem lapisan pada masyarakat yang berstratifikasi tertutup sangat kaku dan menjelma dalam diri kasta-kasta.
b.   Stratifikasi Terbuka
Dalam system terbuka setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kecakapan sendiri untuk naik lapisan, atau bagi mereka yang tidak beruntung jatuh pada lapisan yang atas ke lapisan di bawahnya. Pada umumnya system terbuka ini memberi perangsang yang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat untuk dijadikan landasan pembangunan masyarakat daripada sistem yang tertutup.
v  Ukuran stratifikasi sosial
1.      Ukuran kekayaan
2.      Ukuran kekuasaan
3.      Ukuran kehormatan
4.      Ukuran ilmu pengetahuan
3.      Kelompok Sosial
Menurut Soerjono , kelompok sosial adalah sekelompok manusia yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.       Setiap anggota kelompok tersebut harus sadar bahwa ia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan.
b.      Adanya hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya dalam kelompok itu.
c.       Adanya suatu faktor yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota tersebut sehingga hubunga mereka bertambah erat.
Faktor tadi dapat merupkan nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideology politik yang sama, dll. Tentunya faktor mempunyai musuh bersama misalnya dapat pula menjadi faktor pengikat atau pemersatu.
d.      Berstruktur, berkaidah. dan mempunyai pola prilaku[6]
Kelompok-kelompok sosial dibagi dalam beberapa tipe. Dasar yang akan diambil sebagai satu alternative untuk mengadakan klasifikasi kelompok-kelompok sosial tersebut adalah ukuran jumlah atau derajat  interaksi atau kepentingan-kepentingan  sosial, organisasi, atau kombinasi dari ukuran-ukuran tersebut.

v  Tipe-tipe kelompok sosial
1)      Ingroup dan Outgroup
a.       Ingroup, adalah kelompok sosial dimana individu mengidentifikasikan dirinya
b.      Outgroup, yaitu kelompok sosial yang oleh individu diartikan sebagai lawan ingroupnya
2)      Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder
a.       Kelompok primer adalah kelompok sosial yang paling sederhana, dimana anggotanya saling mengenal serta ada kerjasama yang erat. Contohnya keluarga, kelompok sepermainan, dll.
b.      Kelompok sekunder adalah kelompok yang terdiri dari banyak orang, yang sifat hubungannya tidak berdasarkan pengenalan secara pribadi dan juga tidak langgeng. Contohnya hubungan kontrak jual beli.
3)      Paguyuban dan Patembayan
a.       Paguyuban adalah bentuk kehidupan bersama dimana anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni, bersifat alamiah dan kekal. \hubungan seperti ini dapat dijumpai dalam keluarga, kelompok kekerabatan, rukun tetangga, dan lain-lain.
b.      Patembayan adalah ikatan lahir yang ersifat pokok dan biasanya untuk jangka waktu pendek, contohnya adalah ikatan antara pedangang, organisasi dalam suatu pabrik dan lain-lain.
4)      Formal group dan Informal Group
a.    Formal Group adalah kelompok yang mempunyai peraturan tegas dan sengaja diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antar sesama. Contoh: organisasi.
b.    Informal Group adalah kelompok sosial yang tidak mempunyai struktur dan organisasi tertentu yang pasti. Kelompok-kelompok tersebut biasanya terbentuk Karen pertemuan yanhg berulang kali yang didasari oleh kepentingan dan pengalaman yang sama. Contoh: klik.
5)      Membership Group dan Reference Group
a.       Membership Group adalah merupakan suatu kelompok dimana setiap orang secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut
b.      Reference Group adalah kelompok-kelompok sosial yang menjadi acuan bagi seseorang  (bukan anggota kelompok tersebut)untuk membentuk pribadi dan perilakunya
6)      Kelompok Okupasional dan Kelompok Volunter
a.       Kelompok Okupasional adalah kelompok yang muncul karena semakin memudarnya fungsi kekerabatan. Kelompok ini timbul karena anggotanya memiliki pekerjaan yang sejenis. Contoh: kelompok profesi seperti asosiasi sarjana farmasi, IDI, dll.
b.      Kelompok Volunter adalah kelompok orang yang memiliki kepentingan yang sama, namun tidak mendapatkan perhatian masyarakat.

4.      Lembaga Sosial
Lembaga sosial adalah proses yang terstruktur untuk melaksanakan berbagai kegiatan tertentu. Lembaga sosial merupakan pola yang terorganisasi untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia, yang terlahir dengan adanya berbagai budaya, sebagai suatu ketetapan yang tetap, untuk memperoleh konsep kesejahteraan masyarakat, dan melahirkan suatu struktur.
Hakikat lembaga sosial adalah suatu konsep yang terpadu dengan sebuah struktur. Menurut Surjono Soekanto mendefinisikan lembaga sosial adalah himpunan norma dari segala tingkatan yang berkisar suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat.
Menurut Koentjaraningrat, tujuan lembaga sosial adalah :
a)      Lembaga sosial memenuhi kebutuhan sosial dan kekerabatan (domenstic institusion). Contoh : perkawinan, keluarga, dan pengasuhan anak
b)      Lembaga sosial yang berusaha memenuhi kebutuhan manusia untuk matapencaharian hidup, memproduksi, menimbun, dan mendistribusikan barang. Contoh : pertanian, perikanan, peternakan, koperasi, dan perdagangan
c)      Lembaga sosial yang bertujuan memenuhi kebutuhan pendidikan. Contoh : SMA, SMP, SD
d)     Lembaga sosial yang bertujuan memenuhi kebutuhan ilmiah manusia. Contoh : ilmu pengetahuan, metode ilmiah, dan penelitian
e)      Lembaga sosial yang memenuhi kebutuhan rihani atau batin dalam menyatakan rasa keindahan dan rekreasi
f)       Lembaga sosial yang bertujuan memenuihi kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan. Conroh: pura, masjid, gereja, mecaru dll.
g)      Lembaga sosial yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan untuk kehidupan berkelompok serta bernegara. Contoh: pemerintahan, kepolisian, kehakiman dan partai politik
h)      Lembaga sosial yang tujuannya mengurus kebutuhan jasmani manusia

Terbentuknya lembaga sosial bermula dari kebutuhan masyarakat akan keteraturan kehidupan bersama. Sebagaiman diungkapkan oleh Soerjono Suekanto lembaga sosial tumbuh karena manusia dalam hidupnya memerlukan keteraturan. Untuk mendapatkan keteturan hidup bersama dirumuskan norma-norma dalam masyarakat sebagi paduan bertingkah laku.

B.     Deskripsi Data
Secara geografis Kabupaten Blora terletak di antara 111°016′ s/d 111°338′ Bujur Timur dan diantara 6°528′ s/d 7°248′ Lintang Selatan. Secara administratif terletak di wilayah paling ujung (bersama Kabupaten Rembang) disisi timur Propinsi Jawa Tengah. Jarak terjauh dari barat ke timur adalah 57 km dan jarak terjauh dari utara ke selatan 58 km.Kuliah Kerja Lapangan ini dilakukan di daerah Blora. Tepatnya di desa Sumber, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Desa Sumber merupakan desa yang ditinggali oleh masyarakat Samin yang biasanya juga dikenal sebagai sedulur Sikep. Desa Sumber berada di kawasan yang dikelilingi oleh hutan jati. Daerah tersebut dikenal sebagai penghasil kayu jati. Blora terletak di antara 111°016′ s/d 111°338′ Bujur Timur dan diantara 6°528′ s/d 7°248′ Lintang Selatan.
Utara        : Kabupaten Rembang dan Kabupaten Pati
Timur       : Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur
Selatan     : Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Barat        : Kabupaten Grobogan

C.    Kajian Terkait dengan Struktur Sosial
1.      Norma Sosial
Masyarakat Samin mempunyai norma tersendiri yang digunakan dalam menjalin kehidupan bersama. Norma-norma tersebut diturunkan nenek moyang. Sampai sekarang norma tersebut masih dipertahankan dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu norma yang dapat dicontoh adalah norma kejujuran. Masyarakat Samin mengedepankan kejujuran yang dapat dilihat dari perkataan maupun perbuatan.
Selain kejujuran juga terdapat kebersamaan. Kebersamaan ini bisa dilihat dari penyambutan tamu yang berkunjung ke masyarakat samin. Dalam penyambutan tamu, mereka bersikap ramah-tamah dan memberikan jamuan berbagai macam makanan tradisional.
Selain itu dalam masyarakat Samin, terdapat norma mengenai pernikahan. Pernikahan yang boleh dilakukan hanya sekali seumur hidup, artinya tidak ada cerai dan polygami. Tetapi apabila salah satu pasangan telah meninggal maka diperbolehkan untuk menikah lagi.
Norma-norma umum seperti larangan berjudi, larangan mencuri dan norma norma lainnya masih tetap berlaku di masyarakat samin. Bahkan melekat kental dalam diri mereka. Apabila ada yang melanggar aturan-aturan dan norma, sanksi yang diberikan berupa teguran agar orang yang melanggar tidak mengulang perbuatan itu lagi.
Seseorang yang melanggar norma akan mendapat teguran dari warga lain. Meskipun daya ikat sanksi tergolong rendah namun selama ini masyarakat Samin menaati dan memegang teguh norma-norma yang ada.
2.      Stratifikasi Sosial
Di dalam masyarakat Samin terdapat stratifikasi sosial. Pelapisan ini terlihat pada adanya hierarki di bidang pertanian, yaitu antara pemilik sawah dengan pekerja yang mengelola sawah. Selain itu, masyarakat samin yang mempunyai sifat terbuka pada stratifikasi sosial menyebabkan adanya pernikahan eksogami yang memungkinkan mereka untuk menikah dengan orang yang lebih tinggi kedudukannya.
3.      Kelompok Sosial
Di masyarakat Samin terdapat kelompok sosial in-group. Kelompok sosial in-group yang ada dalam masyarakat Samin adalah anggapan dari mereka sendiri, bahwa kelompok mereka adalah kelompok tersendiri yang berbeda dengan masyarakat luar. Artinya, mereka mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari masyarakat Samin dan menganggap masyarakat luar tidak sama dengan mereka karena pandangan hidup mereka yang berbeda. Namun masyarakat samin tidak menutup diri mereka dengan masyarakat luar. Dalam hal bersosialisasi mereka tidak menutup diri dengan masyarakat luar. Akan tetapi, dalam melakukan komunikasi dengan masyarakat luar mereka cukup kesulitan karena adanya sedikit perbedaan bahasa dan pemahaman.
4.      Lembaga Sosial
Pada masyarakat Samin sebenarnya apabila dilihat lebih mendalam tidak ada institusi sosial karena mereka menganggap semuanya adalah sama. Bila digambarkan, suku samin adalah masyarakat di dalam masyarakat. Meskipun mereka tidak mempunyai institusi, namun apabila terdapat peraturan ataupun kebijakan dari institusi yang ada di luar masyarakat mereka, mereka mengikuti peraturan atau kebijakan tersebut.

D.    Pembahasan
Masyarakat Samin terdiri dari 30 kepala keluarga (KK) dengan jumlah penduduk 104 jiwa dari keseluruhan penduduk di Desa Sumber yang kurang lebih 1000 jiwa. Masyarakat Samin di Tambak pada umumnya lebih suka dipanggil sebagai Sedulur Sikep. Kata “Samin” dianggap sebagai panggilan yang tidak baik karena berarti “tukang curi kayu”. Menurut Sunardi Efendi, Samin tidak sembarang orang. Tetua Samin adalah keturunan asli dari Kerajaan Majapahit. Sejak Samin melakukan perlawanan terhadap kolonial, terjadi sindrom Saminisme (dianggap sebagai orang bodoh). Samin Surosantiko, pangeran asli keturunan Majapahit, memberikan ajaran-ajaran yang baik seperti jujur, kuat beragama, adil, dan nrima ing pandum. Mereka merasa bahwa mereka merupakan keturunan Kuntadewa. Samin Surosantiko dianggap sebagai ikon Saminisme (jujur, adil, mandiri, dan menerima).
Masyarakat Samin tidak seperti masyarakat zaman sekarang yang pada umumnya terdapat stratifikasi sosial yang sangat terlihat jelas. Di dalam masyarakat Samin, yang manjadi ketua adalah dirinya sendiri. Ini berdasarkan agama Adam yang dianutnya, bahwa dalam agama Adam tersebut, setiap individu adalah pemimpin bagi dirinya sendiri. Namun mereka tetap mengakui adanya pemerintah. Mereka tetap mengakui bahwa mereka merupakan bagian dari negara Indonesia. Meskipun begitu, untuk urusan terkait pemerintah seperti membayar pajak, mereka menyerahkan kepada Pak Wo selaku pamong desa.
Mayoritas masyarakat Samin bekerja di bidang agraris. Mereka bekerja sebagai petani. Dalam bekerja, mereka bekerja secara bersama-sama, saling membantu. Untuk pembagian hasil, hasil panen padi untuk pemilik sawah dan orang yang membantu mengerjakan saat panen padi. Selain bertani, ada juga yang bekerja sebagi peternak. Untuk sistem berternak, pemilik sendiri lah yang mengurus ternaknya.
Anak-anak di masyarakat Samin mengenyam pendidikan tingkat dasar. Mereka hanya sekolah sampai tingkat SD karena mereka beranggapan bahwa untuk apa melanjutkan sekolah jika nantinya hanya bekerja sebagai petani.
Meskipun stratifikasi sosial tidak begitu terlihat mencolok, namun sebenarnya jika diteliti lebih mendalam akan terlihat adanya stratifikasi sosial. Ini terlihat dari adanya pembedaan antara pemilik sawah dengan yang hanya mengerjakan sawah. Sebenarnya hal itu sudah menunjukkan adanya stratifikasi sosial karena sudah ada spesialisasi kerja (pemilik dan penggarap). Namun meskipun antara pemilik dengan penggarap sawah memang tidak ada perbedaan dalam berinteraksi.
Jika pada masyarakat modern kebanyakan, pendidikan merupakan ukuran penting yang dapat mempengaruhi kedudukan/status sosial dalam masyarakat, namun dalam masyarakat Samin berbeda. Dalam masyarakat Samin, pendidikan tidaklah diutamakan. Bagi mereka, ajaran dari rumah lebih diutamakan dibanding yang dari sekolah. Anak-anak di sana sekolah hanya sekedar bisa membaca dan menulis. Ini berarti status yang diperoleh melalui pemberian dari orang tua atau yang dalam bahasa Sosiologis disebut ascribed status. Setelah bersekolah sampai SD, mereka meneruskan pekerjaan orang tua mereka yang mayoritas menjadi petani.
Dalam masyarakat Samin, seorang warga Samin dapat menikah dengan orang di luar warga Samin atau disebut pernikahan sistem eksogami. Namun selama ini, orang luar Samin yang menikah dengan orang Samin akan menetap dan mengikuti kepercayaan Samin. Orang dari luar Samin tersebut akan mendapatkan status sesuai dengan pasangan yang dinikahinya. Peranan merekan selanjutnya adalah berdasarkan status yang mereka peroleh tersebut. Mereka tidak mengenal sistem pernikahan polygami. Bagi mereka, pernikahan hanya dilakukan sekali untuk seumur hidup. Namun apabila salah satu pasangan meninggal, mereka dapat menikah kembali. Ini berarti sistem pelapisan terbuka yang ada pada masyarakat Samin. Hal tersebut terlihat dari tidak adanya sistem kasta sehingga memungkinkan kesempatan yang luas untuk melakukan perpindahan status, seperti melalui sistem pernikahan eksogami.








BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Masyarakat Samin tergolong masyarakat yang masih sangat sederhana. Dalam masyarakat yang masih sangat sederhana, stratifikasi sosial yang ada tidak terlalu terlihat. Menurut Pitirim A. Sorokin, stratifikasi sosial dalam masyarakat itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup dengan teratur. Sesuai dengan pernyataan Pitirim A. Sorokin tersebut, di dalam masyarakat Samin pun jika diselidiki lebih dalam akan terlihat adanya stratifikasi sosial. Ini terlihat dari adanya pemilik sawah dan penggarap sawah.
Meskipun terdapat pemilik sawah dan penggarap sawah namun interaksi sosial diantara mereka tetap terjalin dengan baik. Dalam interaksi sosial, tidak ada perbedaan seperti dalam konsep majikan dengan buruh seperti yang umum dijumpai pada kebanyakan masyarakat modern sekarang ini.

Sedulur sikep mempunyai perilaku yang sebenarnya tidak berbeda dengan masyarakat lainnya, hanya saja sifat polos dan lugu yang diturunkan secara turun temurun oleh nenek moyangnya sangat kuat melekat dalam diri setiap masyarakat samin. Bila dilihat secara menyeluruh masyarakat samin tidak memiliki sebuah stratifikasi sosial yang terlihat. Bisa dikatakan stratifikasi di masyarakat samin itu tidak ada. Namun bila diselidiki secara lebih mendalam stratifikasi di suku samin pasti ada.
Secara umum masyarakat samin bekerja dibidang agraris. Mereka bekerja sebagai petani di sawahnya sendiri atau di sawahnya orang lain.



[1] Barry David. 1982. Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi. Jakarta: CV Rajawali Hal.47
[2] Soekanto Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo persada hal 175-176
[3] Soerjono Soekanto. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta”: Raja Gravindo Persada hlm. 174

[4] J. Dwi Narwako dan Bagong Suyanto. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Prenada Media (hlm. 132-139)
[5] Soleman L. Taneko.1984.Struktur dan Proses Sosial.Jakarta:CV. Rajawali hal. 202

[6] Soleman L. Taneko.1984.Struktur dan Proses Sosial.Jakarta:CV. Rajawali hal. 202