Selasa, 20 November 2012

sosiologi



BAPAK SOSIOLOGI, AUGUSTE COMTE

A. Riwayat Hidup
Auguste Comte, memiliki nama panjang Isidore Marie Auguste François Xavier Comte, lahir di Montpelier, Prancis pada tanggal 19 Januari 1798. Orang tua Auguste Comte berasal dari kelas menengah dan akhirnya sang ayah meraih posisi sebagai petugas resmi pengumpul pajak lokal. Meskipun ia adalah seorang mahasiswa yang cerdas, namun Comte tidak pernah mendapatkan ijazah sarjana. Ia dan seluruh mahasiswa seangkatannya dikeluarkan dari Ecole Politehnique karena gagasan politik dan pembangkangan mereka. Pemberhentian ini berdampak buruk pada karir akademis Comte. Pada tahun 1817 ia menjadi sekretaris  dan “anak angkat” Claude Henri Saint- Simon, seorang filusuf yang empat puluh tahun lebih tua dari Comte (Manuel, 1962:251). Mereka bekerja sama selama beberapa tahun dan Comte mengakui besarnya hutang pada Saint- Simon: ”aku benar- benar berhutang secara intelektual pada Saint- Simon …ia banyak berperan dalam mengenalkan aku ke wilayah filsafat yang kini aku ciptakan untuk diriku sendiri dan tanpa ragu aku jalani seumur hidupku” (Durkheim, 1928/ 1962 :144). Namun pada tahun 1824 mereka bertengkar karena comte yakin bahwa Saint- Simon ingin menghapuskan nama Comte dari daftar ucapan terima kasihnya. kemudian Comte menulis bahwa hubungannya dengan Saint- Simon   “mengerikan” (Pickering, 1993:238) dan menggambarkannya sebagai “penipu hina” ( Durkheim, 1928/1962 : 144 ). Pada tahun 1852, Comte berkata tentang Saint- Simon, “Aku tidak berhutang apapun pada orang ini” (Pickering, 1993:240).
Heibron (1995) menggambarkan bahwa Comte bertubuh pendek, tingginya sekitar 5 kaki, 2 inci, dengan mata juling, dan sangat merasa resah dengan situasi yang ada di sekitarnya, khususnya ketika menyangkut perempuan. Ia juga terasing dari masyarakat secara keseluruhan. Ini dapat membantu menjelaskan fakta bahwa Comte menikah dengan Caroline Massin yang berlangsung dari tahun 1825 hingga 1842. Ia adalah seorang anak haram yang belakangan disebut “pelacur” oleh Comte, meskipun tuduhan itu akhir- akhir ini dipertanyakan (Pickering, 1997: 37). Kegelisahan pribadi yang dialami Comte berlawanan dengan rasa aman yang begitu besar terhadap kapasitas intelektualnya, dan tampak bahwa rasa percaya kuat.
Pada tahun 1826, Comte mengolah satu skema yang akan digunakannya untuk menyampaikan serangkaian 72 kuliah umum tentang filsafatnya. Kuliah yang diberikan Comte menarik banyak audien akan tetapi dihentikan pada perkuliahan ketiga dikarenakan Comte mengalami masalah mental. Bahkan pernah mencoba bunuh diri.
Meskipun Comte tidak memperoleh posisi regular di Ecole Polytechnique, Comte mendapatkan posisi minor sebagai asisten pengajar pada tahun 1832. Pada tahun 1837 Comte mendapatkan posisi tambahan sebagai penguji ujian masuk, dan untuk pertama kalinya, ini memberikan pendapatan yang memadai karena, selama ini ia sering kali tergantung secara ekonomis terhadap keluarganya. Selama kurun waktu tersebut Comte mengerjakan enam jilid karya yang melambungkan namanya, Cours De Philosophie Positive, yang secara keseluruhan terbit pada tahun 1842, dimana jilid pertama terbit pada tahun 1830. Dalam karya ini Comte memaparkan pandangannya bahwa sosiologi adalah ilmu tertinggi. Ia juga menyerang Ecole Polytechenique, dan hasilnya adalah pada tahun 1844 pekerjaannya sebagai asisten tidak diperpanjang. Pada tahun 1851 ia menyelesaikan 4 jilid buku Systeme De Politique Positive, yang lebih bertujuan praktis, dan menawarkan rencana reorganisasi masyarakat.
Heilbron menandaskan bahwa pada tahun 1838 terjadi kehancuran besar pada kehidupan Comte dan sejak saat itu ia kehilangan harapan bahwa setiap orang akan memikirkan karyanya secara serius tentang ilmu pengetahuan secara umum, dan khususnya pada sosiologi. Pada saat yang bersamaan ia mengawali hidup “yang menyehatkan otak”; yaitu, Comte mulai tidak mau membaca karya orang lain, yang akibatnya adalah ia menjadi kehilangan harapan untuk dapat berhubungan dengan perkembangan intelektual terkini. Setelah tahun 1838 ia mulai mengembangkan gagasan anehnya tentang revormasi masyarakat yang dipaparkan dalam bukunya Systeme De Politique Positive. Comte mulai menghayalkan dirinya sebagai seorang pendeta tinggi agama baru kemanusiaan; ia percaya pada dunia yang pada akhirnya akan dipimpin oleh sosiolog –  pendeta. Dalam hal ini, Comte banyak dipengaruhi oleh latar belakang katoliknya. Menarik untuk disimak ditengah – tengah gagasan berani itu, pada akhirnya Comte memang mendapatkan banyak pengikut di Prancis,  maupun disejumlah negara lain. Akhirnya, Aguste Comte wafat pada 5 September 1857.
  1. B. LATAR BELAKANG PEMIKIRAN AUGUSTE COMTE
Untuk memahami pemikir sintetis seperti halnya Comte, adalah penting bagi kita untuk mengenal sejauh mungkin berbagai sumber yang menjadi latar belakang pemikirannya. Hal ini terutama karena Comte adalah Filsuf yang telah berhasil untuk mensintesakan didalam dirinya berbagai hasil pemikiran dari berbagai ahli pikiran yang mendahuluinya. Ada beberapa sumber penting yang menjadi latar belakang yang menentukan jalan pikiran Comte, yaitu:
  1. Revolusi perancis dengan segala aliran pikiran yang berkembang pada masa itu. Comte tidaklah dapat dipahami tanpa latar belakang revolusi perancis dan juga Restorasi Dinasti Bourbon di Perancis yaitu pada masa timbulnya krisis sosial yang maha hebat dimasa itu. Sebagai seorang ahli pikir, Comte berusaha untuk memahami krisis yang sedang terjadi tersebut. ia berpendapat bahwa manusia tidaklah dapat keluar dari krisis sosial yang terjadi itu tanpa melalui pedoman – pedoman berpikir yang bersifat scientific. Maka revolusi itu merupakan stimulus bagi pikiran Comte sendiri,
  2. Sumber lain yang menjadi latar belakang pemikiran Comte adalah filsafat sosial yang berkembang di Perancis pada abad ke-18. Khususnya filsafat yang dikembangkan oleh para penganut paham encyclopedist ini, terutama dasar – dasar pikirannya, sekalipun kelak ia mengambil posisi tersendiri setelah keluar dari aliran ini.
  3. Sumber lainnya adalah aliran reaksioner dari para ahli pikir Thoecratic terutama yang bernama De Maistre dan De Bonald. Aliran reaksioner dalam pemikiran Katolik Roma adalah aliran yang menganggap bahwa abad pertengahan kekuasaan gereja sangat besar, adalah periode organis, yaitu suatu periode yang secara paling baik dapat memecahkan berbagai masalah – masalah sosial. Aliran ini menentang pendapat para ahli yang menganggap bahwa abad pertengahan adalah abad di mana terjadinya stagmasi didalam ilmu pengetahuan, karena kekuasaan gereja yang demikian besar di segala lapangan kehidupan. Comte telah membaca karya – karya pemikir Theocratic dibawah pengaruh Sain– Simont sebagaimana diketahui Sain– Simont juga menganggap bahwa abad pertengahan adalah periode organic yang bersifat konstruktif.
  4. Sumber terakhir yang melatarbelakangi pemikiran Comte adalah lahirnya aliran yang dikembangkan oleh para pemikir sosialistik, terutama yang diprakarsai oleh Sain– Simont. Comte telah membangun hubungan yang sangat erat dengan Sain– Simont dan juga dengan para ahli pikir sosialis Prancis lainnya. Comte di suatu pihak akan membangun pengetahuan sosial dan dipihak lain akan membangun kehidupan ilmu pengetahuan sosial yang bersifat scientific. Sebenarnya Comte memiliki sifat tersendiri terhadap aliran ini, tetapi sekalipun demikian dasar – dasar aliran masih tetap dianutnya terutama pemikiran mengenai pentingnya suatu pengawasan kolektif terhadap masyarakat, dan mendasarkan pengawasan tersebut didalam suatu dasar yang bersifat scientific.
Comte adalah penyumbang terbesar untuk membangun sosiologi sebagai suatu ilmu. Dalam buku filsafat positifnya, yang pada dasarnya merupakan suatu buku tentang filsafat ilmu pengetahuan dan uraian tentang itu telah mengambil tempat paling banyak dalam bukunya itu. Comte menguraikan metoda – metoda berpikir ilmiah. Comte mengatakan bahwa ilmu pengetahuan pada dasarnya tidak lebih dari pada suatu perluasan metode yang sangat sederhana dari  akal sehat, terhadap semua fakta– fakta yang tunduk kepada akal pikiran manusia. Comte sangat mendasarkan seluruh pemikirannya kepada perkembangan atau kemampuan akal pikiran atau intelegensi manusia. Dengan cara berpikir seperti ini nantinya akan melahirkan banyak kritik terhadap Comte dengan filsafat positif yang dikembangkannya.
C. TEORI – TEORI AUGUSTE COMTE DAN PERKEMBANGANNYA DALAM ILMU SOSIOLOGI
Auguste Comte membagi sosiologi menjadi dua bagian yaitu Social Statics dan Social Dynamic. Social statics dimaksudkannya sebagai suatu study tentang hukum– hukum aksi dan reaksi antara bagian– bagian dari suatu sistem sosial. Social statics merupakan bagian yang paling elementer dari ilmu sosiologi, tetapi dia bukanlah bagian yang paling penting dari study mengenai sosiologi, karena pada dasarnya social statics merupakan hasil dari suatu pertumbuhan.
Bagian yang paling penting dari sosiologi menurut Auguste Comte adalah apa yang disebutnya dengan social dynamic, yang didefinisikannya sebagai teori tentang perkembangan dan kemajuan masyarakat. Karena social dynamic merupakan study tentang sejarah yang akan menghilangkan filsafat yang spekulatif tentang sejarah itu sendiri.
Pembagian sosiologi kedalam dua bagian ini bukan berarti akan memisahkannya satu sama lain. Bila social statics merupakan suatu study tentang masyarakat yang saling berhubungan dan akan menghasilkan pendekatan yang paling elementer terhadap sosiologi, tetapi study tentang hubungan– hubungan sosial yang terjadi antara bagian – bagian itu tidak akan pernah dapat dipelajari tanpa memahaminya sebagai hasil dari suatu perkembangan. oleh karena itu, Comte berpendapat bahwa tidaklah akan dapat diperoleh, suatu pemahaman yang layak dari suatu masalah sosial tanpa mengguanakan pendekatan social dynamic atau pendekatan historis.
  1. 1. Social Dynamics
Social dynamics adalah teori tentang perkembangan manusia. Comte tidak membicarakan tentang asal usul manusia karena itu berada di luar batas ruang lingkup ilmu pengetahuan. Karena ajaran filsafat positif yang diajukannya mengatakan bahwa semua ilmu pengetahuan haruslah dapat dibuktikan dalam kenyataan. Dia berpendapat bahwa di dalam masyarakat terjadi perkembangan yang terus menerus, sekalipun dia juga menambahkan bahwa perkembangan umum dari masyarakat tidak merupakan jalan lurus.
Ada banyak hal yang mengganggu perkembangan suatu masyarakat seperti faktor ras manusia sendiri, faktor iklim dan faktor tindakan politik. Comte berpendapat bahwa jawaban tentang perkembangan sosial harus dicari dari karakteristik yang membedakan antara manusia dengan binatang. Menurut Comte, yang membedakan manusia dengan binatang adalah perkembangan inteligensi manusia yang lebih tinggi. Comte mengajukan hukum tentang 3 tingkatan inteligensi manusia, yaitu pemikiran yang bersifat theologis atau fictious, metaphisik atau abstrak, scientific atau positive. Sjarah umat manusia sebenarnya ditentukan oleh pertumbuhan dari pemikiran manusia, hukum tertinggi dari sosiologi haruslah hukum tentang perkembangan inteligensi manusia.
  1. The Law of three stages
Merupakan hukum tentang perkembangan inteligensi manusia, dan yang berlaku tidak hanya terhadap perkembangan manusia, tetapi juga berlaku terhadap perkembangan individu. Hukum ini merupakan generalisasi dari tiap bagian dari pemikiran manusia yang berkembang semakin maju melalui 3 tahap pemikiran, yaitu The Telogical, or Fictitious; The Metaphysical or Abstract; dan The Scientific, or Positive.
Tahap tingkatan pemikiran yang bersifat theological atau fictious dibagi kedalam 3 bagian yaitu Fethism, adalah untuk menggambarkan tingkatan pemikiran yang menganggap bahwa semua gejala yang terjadi dan bergerak berada dibawah pengaruh dari suatu kekuatan supernatural atau suatu kekuatan ghaib. Dalam pemikiran ini, manusia menginterpretasikan segala hal sebagai karya (hasil tindakan) dari supernatural being. Oleh para ahli bidang agama dianggap sebagai tahap perkembangan agama pada tingkatan yang animisme. Tetapi evolusi pemikiran manusia berlangsung terus. Melalui suatu proses atau daya imajinasi, manusia mulai menyederhanakan daripada kekuatan-kekuatan gaib yang dianggap menguasai segala benda-benda dan sesuatu yang bergerak itu. Proses penyederhanaan ini menuju ke arah tahap pemikiran yang bersifat polytheism. Polytheism, yaitu tingkat pemikiran bahwa segala sesuatu yang di alam ini dikemudikan oleh kemauan dewa-dewa. Dalam ini timbulah anggapan bahwa dewalah yang menguasai gejala-gejala tertentu, dimana masing-masing dewa itu hanya mengatur suatu kekuatan atau bagian khusus tertentu. Dari tahap pemikiran polytheism, terjadilah hal-hal yang bersifat kontradiktif, terutama mengenai kekuatan dari berbgai dewa. Ada semacam kekayaan yang timbul dan manusia akhirnya tiba pada suatu kesimpulan, bahwa dari berbagai dewa-dewa tersebut, pastilah ada suatu dewa yang dianggap memiliki kedudukan tertinggi, dibandingkan dengan dewa yang lain. Tahap ini menjurus kearah strukturisasi dari para dewa tersebut, yaitu anggapan atau pengakuan terhadap adanya dewa yang tertinggi yang mengatur dewa-dewa yang lain. Dari pemikiran penyederhanaan dewa-dewa tersebut, sampailah manusia pada tingkat pemikiran yang menganggap bahwa hanya ada satu Tuhan yang mengendalikan alam ini, yang disebut dengan monotheism.
  1. The Law of the hierarchie of the sciencies (hierarki dari ilmu pengetahuan)
Di dalam menyusun susunan ilmu pengetahuan, Comte menyadarkan diri kepada tingkat perkembangan pemikiran manusia dengan segala tingkah laku yang terdapat didalamnya. Sehingga sering kali terjadi didalam pemikiran manusia, kita menemukan suatu tingkat pemikiran yang bersifat scientific. Sekaligus pemikiran yang bersifat theologies didalam melihat gejala-gejala atau kenyataan-kenyataan.
  1. The Law of the correlation of practical activities
Comte yakin bahwa ada hubungan yang bersufat natural antara cara berfikir yang theologies dengan militerisme. Cara berfikir theologies mendorong timbulnya usaha-usaha untuk menjawab semua persoalan melalui kekuatan(force). Karena itu, kekuasaan dan kemenangan selalu menjadi tujuan daripada masyarakat primitive dalam hubungan satu sama lain.
Pada tahap yang bersifat metafisis, prinsip-prinsip hukum (khususnya hukum alam) menjadi dasar daripada organisasi kemasyarakatan dan hubungan antara manusia. Tahap metafisis yang bersifat legalistic demikian ini merupakan tahap transisi menuju ke tahap yang bersifat positif.
  1. The Law of the correlation of the feelings
Comte menganggap bahwa masyarakat hanya dapat dipersatukan oleh feelings. Demikianlah, bahwa sejarah telah memperlihatkan adanya korelasi antara perkembangan pemikiran manusia dengan perkembangan dari social sentiment. Didalam tahap yang teologis, sentiment sosial dan rasa simpati hanya terbatas dalam masyarakat lokal atau terbatas dalam city state. Tetapi dalam abad pertengahan, sosial sentiment berkembang semakin meluas seiring dengan perkembangan agama Kristen. Abad pertengahan adalah abad yang oleh Comte dianggap sebagai abad dalam tahap metafisis. Tetapi dalam tahap yang positif/ scientific, social simpati berkembang menjadi semakin universal. Comte yakin bahwa sikap positif dan scientific pikiraan manusia akan mampu memperkembangkan semangat alturistis dan menguniversilkan perasaan sosial(social simpati).
2. Social statics
Dengan social statics dimaksudkan Comte sebagai teori tentang dasar masyarakat. Comte membagi sosiologi kedalam dua bagian yang memiliki kedudukan yang tidak sama. Sekalipun social statics adalah bagian yang lebih elememter didalam sosiologi tetapi kedudukannya tidak begitu penting dibandingkan dengan social dynamics. Fungsi dari sosial statics adalah untuk mencari hukum – hukum tentang aksi dan reaksi dari pada berbagai bagian didalam suatu sistem sosial. Sedangkan dalam sosial statics mencari hukum – hukum tentang gejala – gejala sosial yang bersamaan waktu terjadinya. Didalam sosial statics, terdapat 4 doktrin yaitu doktrin tentang individu, keluarga, masyarakat dan negara.
  1. 3. Beberapa catatan terhadap Aguste Comte
Comte merupakan figur sentral dalam sejarah pemikiran sosial. Dia merupakan pelopor dari suatu ilmu pengetahuan yang kelak tumbuh menjadi demikian penting dan sangat dibutuhkan. Ajaran Comte tentang pentingnya suatu pemahaman terhadap kenyatan – kenyataan objective yang bersifat positive, tidak pelak lagi merupakan dasar dari perkembangan ilmu pengetahuan. Tetapi sebagaimana halnya dengan para pioner lainnya, Comte tidaklah terlepas dari berbagai kekurangannya. Pertama, kita dapat mencatat tentang kekurangannya ini, sekalipun dia membela sosiologi yang dibangunnya itu sebagai suatu ilmu pengetahuan positif, tetapi pada kenyataannya dia tetap meletakakan sebagai bagian dari filsafat sosial. Namun sekalipun demikian, sosiologi telah berhutang budi sangat besar kepada Comte, yang menunjuk pentingnya penggunaan suatu metode ilmiah yang bersifat induktif didalam sosiologi. Dia memang telah melakukan kesalahan pada mulanya dengan ajarannya tentang pengertian phenomenalisme dengan objektivisme, tetapi hal tersebut tidaklah membutakan mata kita terhadap nilai positif dari sumbangannya untuk membangun suatu metode ilmiah yang tepat untuk membangun sosiolog

Proses dan interaksi sosial



PROSES SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL

A.      PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial, susila, dan religius. Sifat kodrati manusia sebagai makhluk pribadi, sosial, susila, dan religii harus dikembangkan secara seimbang, selaras, dan serasi. Perlu disadari bahwa manusia hanya mempunyai arti dalam kaitannya dengan manusia lain dalam masyarakat. Manusia mempunyai arti hidup secara layak jika ada diantara manusia lainnya. Tanpa ada manusia lain atau tanpa hidup bermasyarakat, seseorang tidak dapat menyelenggarakan hidupnya dengan baik.PROSES SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL
B.       PEMBAHASAN
1.         Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia.
Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.
Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena beberapa alasan, yaitu:
a.       Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
b.      Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain.
c.       Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain
d.      Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia

2.         Interaksi Dasar Dari Proses Sosial
Kata interaksi berasal dari kata inter dan action. Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik saling mempengaruhi antara individu, kelompok sosial, dan masyarakat.
Interaksi adalah proses di mana orang-oarang berkomunikasi saling pengaruh mempengaruhi dala pikiran danb tindakana. Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain.
Interaksi sosial antar individu terjadi manakala dua orang bertemu, interaksi dimulai: pada saat itu mereka saling menegeur, berjabat tangan, saling berbicara, atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk dari interaksi sosial.
Interaksi sosial terjadi dengan didasari oleh faktor-faktor sebagai berikut :
a.    Imitasi adalah suatu proses peniruan atau meniru.
b.    Sugesti adalah suatu poroses di mana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau peduman-pedoman tingkah laku orang lain tanpa dkritik terlebih dahulu. Yang dimaksud sugesti di sini adalah pengaruh pysic, baik yang datang dari dirinya sendiri maupuhn dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya kritik. Arti sugesti dan imitasi dalam hubungannya, dengan interaksi sosial adalaha hampir sama. Bedanya ialah bahwa imitasi orang yang satu mengikuti salah satu dirinya, sedangkan pada sugesti seeorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya, lalu diterima oleh orang lain di luarnya.
c.    Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identi (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah.
d.   Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan berdasarkan penilain perasaan seperti juga pada proses identifikasi.

3.         Klasifikasi Interaksi Sosial
Bentuk-bentuk intraksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition), dan pertentangan (conflict). Suatu keadaan dapat dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi sosial, keempat pokok dari interaksi sosial tersebut tidak perlu merupakan kontinuitas dalam arti bahwa interaksi itu dimulai dengan adanya kerja sama yang kemudian menjadi persaingan serta memuncak menjadi pertiakain untuk akhirnya sampai pada akomodasi.
Gilin and Gilin pernah mengadakan pertolongan yang lebih luas lagi. Menurut mereka ada dua macam pross sosial yang timbul sebagaiu akibat adanya interaksi sosial, yaitu:
a.         Proses Asosiatif, terbagi dalam tiga bentuk khusus yaitu akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.
b.        Proses Disosiatif, mencakup persaingan yang meliputi “contravention” dan pertentangan pertikain.
Adapun interaksi yang pokok proses-proses adalah:
a.         Bentuk Interaksi Asosiatif
           Kerja sama (cooperation)
Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya dan kelompok lainnya. Sehubungan dengan pelaksanaan kerja sama ada tiga bentuk kerja sama, yaitu:
  Bargainng, pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih.
  Cooperation, proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu carta untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan
  Coalition, kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempynyai tujuan yang sama.

           Akomodasi (accomodation)
Adapun bentuk-bentuk akomodasi, di antaranya:
  Coertion, yaitu suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan.
  Compromise, suatu bentuk akomodasi, di mana pihak yang terlibat masing-masing mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.
  Arbiration, suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak yang berhadapan tidak sanggup untuk mencapainya sendiri
  Meditation, hampir menyerupai arbiration diundang pihak ke tiga yang retial dalam persoalan yang ada.
  Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih, bagi tercapainya suatu tujuan bersama.
  Stelemate, merupakan suatu akomodasi di mana pihak-pihak yang berkepentingan mempunyai yang seimbang, berhenti pada titik tertentu dalam melakukan pertentangan.
  Adjudication¸ yaitu perselisihan atau perkara di pengadilan.
b.        Bentuk Interaksi Disosiatif
           Persaingan (competition)
Persaingan adalah bentuk interaksi yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang bersaing untuk mendapatkan keuntungan tertentu bagi dirinya dengan cara menarik perhatian atau mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan kekerasan.
           Kontraversi (contaversion)
Kontraversi bentuk interaksi yang berbeda antara persaingan dan pertentangan. Kontaversi ditandai oleh adanya ketidakpastian terhadap diri seseorang, perasaan tidak suka yang disembunyikannya dan kebencian terhadap kepribadian orang, akan tetapi gejala-gejala tersebut tidak sampai menjadi pertentangan atau pertikaian.
           Pertentangan (conflict)
Pertentangan adalah suatu bentuk interaksi antar individu atau kelompok sosial yang berusaha untuk mencapai tujuannya dengan jalan menentang pihak lain disertai ancaman atau kekerasan. Pertentangan memiliki bentuk khusus, antara lain: pertentangan pribadi, pertentangan rasional, pertentangan kelas sosial, dan pertentanfan politik.
C.      KESIMPULAN
Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia.
Interaksi adalah proses di mana orang-oarang berkomunikasi saling pengaruh mempengaruhi dala pikiran danb tindakana. Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain.
1.         Bentuk Interaksi Asosiatif
      Kerja sama (cooperation)
      Akomodasi (accomodation)
2.         Bentuk Interaksi Disosiatif
      Persaingan (competition)
      Kontraversi (contaversion)
      Pertentangan (conflict)